Eksegese Mujizat Angin Ribut Diredakan (Mrk.4:35-41)






Pendahuluan

  Yesus Putera Allah dikisahkan secara sistematik dalam Kitab Suci Perjanjian Baru khususnya dalam Injil Sinoptik. Serangkaian narasi tersebut dipaparkan oleh masing-masing penulis dengan pengetahuan dan gaya bahasa mereka sendiri, tanpa mengabaikan konteks yang dihadapi saat itu. Pada prinsipnya, peristiwa kelahiran hingga kenaikan-Nya ke surga menjadi sorotan sentral atau titik pusat dari semua narasi itu. Secara spesifik tampak melalui keterangan mengenai pengajaran(perumpamaan) maupun tindakan(mujizat) yang dilakukan-Nya selama berada di dunia ini.

       Bila ditelusuri ada banyak karya yang dilakukan oleh Yesus yang diceritakan secara berbeda oleh setiap penginjil. Itulah sebabnya uraian dalam paper ini dibatasi pada satu pokok pembahasan saja yaitu mujizat “Angin ribut diredakan” (Markus 4:35-41). Meskipun demikian, kisah ini selalu dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya dan sesudahnya. Alasannya, karena konteks dan batas sebuah kejadian dalam setiap perikop tidak serta-merta bereksistensi secara otonom melainkan berada pada ranah keterjalinan yang saling mengandaikan. Artinya bahwa setiap perikop bersifat dramatik sehingga titik awal sebuah kejadian perlu dilacak sampai pada saat di mana alur itu berakhir.

  Pada umumnya orang mengartikan mujizat sebagai perbuatan ajaib, tindakan supranatural maupun aksi gaib. Apakah pandangan tersebut dapat diartikan sepadan dengan motif dari tindakan Yesus dalam mengadakan mujizat? Tentunya paradigma serupa bukanlah sesuatu yang absurd, melainkan belum menyentuh tataran atau makna terdalam. Sebab perlu diketahui bahwa Yesus adalah sumber dari segala kebenaran yang oleh-Nya, Bapa mempercayakan misi keselamatan. Karena itu tindakan dalam setiap karya-Nya tidak terlepas dari hubungan dengan kerajaan Allah yang di dalam Dia menjadi kenyataan.[1] Artinya bahwa setiap mujizat Yesus adalah realitas konkret atas keselamatan. Hal itu pula dimaksudkan agar setiap pengajaran yang disampaikan melalui kata-kata dalam bentuk perumpamaan menjadi nyata. Supaya dengan begitu mereka yang menyaksikannya mendapat pengertian dan menjadi percaya akan Allah dan kuasa-Nya yang mewujud dalam pribadi yang bertindak di hadapan mereka yakni Yesus sendiri.[2]  

      Berasas pada ulasan sebelumnya maka muncul pertanyaan sebagai berikut: mengapa mujizat “Angin ribut diredakan” dapa terjadi? Apa konteks dari peristiwa ini? Apa yang terjadi saat dan sesudah mujizat itu berlangsung? Apa pesan yang terselubung di balik kisah itu?

Pembahasan

Analisa Batas Teks

     Jika dibaca secara menyeluruh mujizat angin ribut diredakan berada dalam satu alur cerita yang dimulai dari “perumpamaan tentang seorang penabur”(Mrk.4:1-20) dan berakhir pada kisah “Yesus membangkitkan anak Yairus dan perempuan yang sakit pendarahan”(Mrk.5:21-43). Artinya bahwa pasal 4 dan 5 merupakan keterangan mengenai apa yang diperbuat oleh Yesus di hari yang sama.

Analisa Konteks

 Penginjil Markus dalam ulasannya memberikan keterangan mengenai dua lokasi penting. Pertama, danau Galilea menjadi tempat di mana Yesus memberikan pengajaran dengan penuh wibawa dan kuasa. Misalnya, perumpamaan tentang seorang penabur, pelita dan ukuran, benih yang tumbuh serta biji sesawi. Kedua, usai mengajar Ia menyuruh mereka untuk bertolak ke seberang danau Gerasa. Saat keberangkatan berlangsung terjadi satu mujizat yaitu angin ribut diredakan(Mrk. 4:35-41); dan ketika sampai di sana disusul lagi dengan dua mujizat lainnya(Mrk. 5:1-43). Dari pembagian lokasi tersebut dapat dibuat kategorisasi peristiwa berdasarkan konteksnya[3] yaitu:

Dengan demikian tampak bahwa Yesus tidak hanya berkata-kata tentang kerajaan Allah tetapi juga mewujudkan kerajaan itu melalui kuasa yang Ia miliki yaitu melakukan mujizat. Secara tidak langsung hal tersebut memusatkan perhatian para pembaca mengenai ajaran Kristologis yaitu berkuasa atas alam, dunia iblis dan penyakit serta kematian.[4]

Analisa Struktur


Analisa Dinamika

Eksegese Komprehensif

Menurut keterangannya, Markus memperlihatkan kepada pembaca tentang keberadaan Yesus di danau Galilea tepatnya di atas perahu. Dari sana Ia membentangkan perumpamaan kepada audiensi-Nya tentang rahasia kerajaan Allah. Meskipun demikian apa yang diwartakan itu tidak dipahami oleh mereka yang hadir termasuk para murid(Mrk. 4:10-13). Solusi yang tepat atas hal serupa ialah Yesus menguraikan perumpamaan secara eksklusif hanya kepada para murid(Mrk. 4:34). Walaupun sudah dirincikan namun tak ada ayat dalam bagian ini yang menyinggung bahwa para murid sudah memahami sepenuhnya maksud dari tiap perumpamaan itu. Indikasinya, para murid masih berada dalam kebingungan.

 Supaya semakin paham akan rahasia kerajaan Allah maka pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang."(Mrk. 4:35). Formulasi tersebut menunjukkan bahwa peristiwa penyeberangan terjadi di saat matahari mulai terbenam(di malam hari) dan masih memiliki koneksi dengan pengajaran sebelumnya.[5] Selain ajakan Yesus dengan menggunakan kata Ganti ‘mereka’ menunjuk kepada para murid dan bukan untuk sejumlah orang yang hadir saat itu. Bila lebih diperdalam lagi, ajakan tersebut menunjukkan bahwa Yesus juga menghendaki agar kabar keselamatan yang sama dapat dialami oleh semua orang, karena untuk itu Ia datang ke dunia(Mrk.1:38).

 Tanpa sepatah kata pun ajakan Yesus tersebut langsung diindahkan oleh para murid. Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia(Mrk. 4:36). Mengapa para murid tidak mempertanyakan tujuan penyeberangan itu? Alasannya, karena mereka sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan sebagai seorang murid. Sebab jauh sebelumnya, ketika memanggil murid-murid-Nya, Yesus berkata: “Mari ikutlah Aku, maka kamu akan kujadikan penjala manusia”(Mrk. 1:17).  Perlu disimak juga bahwa perahu yang ditumpangi oleh Yesus adalah perahu yang semula digunakannya untuk mengajar dan bisa diartikan sebagai Gereja; sedangkan perahu-perahu lain yang mengikuti penyeberangan tersebut memberikan bukti popularitas atau ketenaran Yesus.[6] Artinya bahwa pada saat itu banyak yang mengagumi kewibawaan dan kuasa yang ada dalam diri-Nya.

 Dalam pelayaran menuju seberang danau, mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. (Mrk.4:37). Taufan atau badai dapat diartikan sebagai serangan supranatural atau kuasa iblis yang ingin menghancurkan Gereja.[7] Dalam menghadapi guncangan demikian, manusia sering putus asa, kehilangan harapan dan merasa ditinggalkan sama sekali oleh Dia yang menjadi dasar atau kepala dari Gereja itu sendiri. Sisi manusiawi ini terekspos melalui ekspresi para murid di saat berhadapan dengan situasi demikian. Berkaitan dengan hal tersebut Markus memberikan keterangan bahwa pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"(Mrk.4:38). Muncul pertanyaan, mengapa di tengah badai seperti itu Yesus tertidur nyenyak? Ada dua alasan, secara fisik Yesus pasti merasa lelah karena Ia baru selesai memberikan pengajaran; kedua, menurut sejumlah nas Perjanjian Lama, tidur tenang melambangkan kepercayaan sempurna kepada Allah (Ams 3:23; Mzm 3:5; Ayb 11:18).[8] Artinya bahwa meskipun Yesus tertidur bukan berarti Ia membiarkan Gereja-Nya dihancurkan oleh musuh, melainkan di dalam dan hanya melalui Dia segala musuh itu ditaklukkan(bdk. 1Kor. 15:25).

  Meskipun tertidur namun karena terikan dan kecemasan para murid membuat Ia pun bangun menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. (Mrk.4:39). Kisah ini memiliki kaitan erat dengan peristiwa dalam Perjanjian Lama, di mana Allah membelah laut merah dan bangsa Israel bebas dari penindasan. Pada intinya ialah kuasa Allah yang nyata diri Yesus Putera-Nya melampaui segala sesuatu. Kendati demikian kuasa yang dahsyat itu hanya dapat terjadi di dalam iman. Italah sebabnya Yesus berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya? Tampak bahwa Ia menghendaki agar mereka senantiasa percaya kepada-Nya serta berani menghadapi segala musuh melalui iman.

  Kisah ini diakhiri dengan keheranan para murid terhadap kuasa yang dimiliki oleh Yesus itu. Markus menulis bahwa: Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?"(Mrk.4:41). Kata-kata ini mengungkapkan kebahagiaan karena selamat dari badai. Selain itu mengungkapkan pujian kepada Yesus sebagai Juru Selamat sekaligus panggilan untuk menjadi percaya.[9]

Relevansi

    Kisah “Angin ribut diredakan” menjadi gambaran realitas kehidupan manusia dewasa ini. Sebab acap kali diperhadapkan dengan pelbagai tantangan seperti sakit penyakit, kehilangan pekerjaan, terkena musibah dan lain sebagainya. Semuanya itu dapat diatasi melalui iman dan harapan akan kuasa Allah, melalui Kristus Puteran-Nya. Supaya tetap kokoh iman dan harapan maka harus berada dalam satu perahu berasam dengan Yesus. Cara untuk tetap berada bersama dengan-Nya tidak lain ialah berdoa dan merenungkan Sabda-Nya.

 

Fr. Rio Batlayeri 


[1] Marinus Hendrik Bolkestein, Kerajaan Yang Terselubung (BPK Gunung Mulia, 1991), 39.

[2]Bdk Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2(M-Z) (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina kasih, 2011), 96.

[3] Stefan Leks, Tafsir Injil Markus (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 178.

[4]Robert H. Stein, Mark Baker Exegetical Commentary on the New Testament (Baker Academic, 2008), no page.

[5] Tampaknya ini adalah waktu bergantinya hari yang baru, karena orang Yahudi memulai hari baru pada waktu matahari telah terbenam, saat malam datang. Lih,  Dr Robert G. Bratcher, Dr Eugene A. Nida, and Lembaga Alkitab Indonesia, Pedoman Penafsiran Alkitab: Injil Markus (Lembaga Alkitab Indonesia, 2019), 172.

[6]Mark probably intends the reference to the boats to be understood as evidence for Jesus's great popularity and fame. Lih,  Stein, Mark Baker Exegetical Commentary on the New Testament, (Baker Academic, 2008) Exegesis and Exposition Mark 4:35-56, No page.

[7] Graham H. Twelftree, Jesus the Miracle Worker: A Historical and Theological Study (InterVarsity Press, 1999), 70.

[8] Lih Leks, Tafsir Injil Markus, 184.

[9] Leks, 189.

No comments:

Post a Comment