"Secara
moral, tujuan yang baik perlu ditempuh dengan tindakan yang baik."
Ungkapan ini menyiratkan bahwa sebaik dan semulia apa pun maksud seseorang,
jika ditempuh dengan tindakan yang tidak benar, maka tetap dianggap tidak
bermoral.
Seorang miskin
yang terpaksa mencuri obat bagi istrinya, meskipun memiliki niat mulia, tetap dikatakan melanggar hukum. Sebab, mencuri pada hakikatnya adalah kejahatan dan
dosa. Namun, dalam kasus ini, pencurian terjadi bukan karena keinginan atau
kehendak bebas, melainkan karena desakan keadaan. Jika ia tidak mencuri,
konsekuensinya adalah penyakit istrinya semakin parah, bahkan bisa meninggal.
Oleh karena itu,
kasus ini harus ditinjau secara kritis karena setiap pencurian dengan motivasi
serupa dapat memiliki kompleksitas tersendiri. Untuk itu, beberapa pertanyaan
perlu diajukan: Siapakah orang miskin? Apa yang menyebabkan dia menjadi miskin?
Selain meminjam uang, adakah cara lain yang telah ditempuh untuk memperoleh
obat tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu kita untuk memecahkan
kasus di atas dari perspektif moral.
a) Orang Miskin
Secara sederhana
orang miskin didefinisikan sebagai orang yang kekurangan dalam materi. Orang
miskin selalu diidentik dengan mereka yang sulit memperoleh kecukupan
finansial. Mereka sulit menadapatkan makanan dan minuman, sederhana dalam
berpekaian dan kadang-kadang memiliki rumah yang kurang layak dihuni. Gambaran
ini juga mencerminkan kondisi orang yang terpaksa mencuri obat tersebut. Namun,
pertanyaan penting muncul: Mengapa ia menjadi miskin? Pertanyaan ini mungkin
sulit dijawab karena bukan fokus utama dari tinjauan ini. Namun, ada dua
kemungkinan penyebab kemiskinan tersebut.
Pertama, ia menjadi miskin
karena tidak memiliki pekerjaan. Dia tidak memiliki pekerjaan bukan karena tidak
mau bekerja tetapi tidak ada yang mau mempekerjakannya. Atau dia sudah bekerja
namun pekerjaannya hanya memberi hasil yang seadainya (cukup untuk kebutuhan
makan-minum). Dalam kondisi ini secara moral, tindakan pencurian obat tersebut dapat dimaklumi. Kedua,
ia miskin bukan karena kurangnya kesempatan kerja melainkan karena malas dan
enggan berusaha. Jika ia mencuri dalam keadaan ini, maka tindakannya tidak
dapat dibenarkan. Mengapa demikian? Karena mencuri dapat menjadi salah satu
akibat dari kemalasan. Menjadi miskin karena malas adalah dosa. Rasul Paulus menegaskan: "Jika seorang
tidak mau bekerja, janganlah ia makan" (2Tes 3:10).
b) Cara Alternatif
Mencuri obat untuk
istri yang sakit dapat dianggap sebagai pilihan yang dapat dimaklumi hanya jika
itu adalah jalan terakhir setelah berbagai upaya lain ditempuh. Jika ia telah
bekerja, mencari bantuan dari keluarga, komunitas sosial, atau lembaga keagamaan,
tetapi tetap tidak mendapatkan bantuan, maka tindakannya bisa mendapatkan
keringanan secara moral. Sebaliknya, jika ia tidak menempuh alternatif lain dan
langsung mencuri, maka dapat dikatakan bahwa ia sebenarnya berkehendak mencuri
dengan berlindung di balik motivasi baik. Hal ini adalah kemunafikan, seperti
yang dikatakan dalam Kitab Suci: "Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi
dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan
tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik" (Tit 1:16).
c) Etika Kemiskinan: Belas Kasih dan
Pengampunan
Dalam kehidupan
sosial, terdapat kelompok kaya, menengah, dan miskin. Ketiganya memiliki
kebutuhan berbeda. Orang kaya mencari penghormatan, orang menengah menginginkan
kestabilan finansial, sedangkan orang miskin membutuhkan makanan, pakaian, dan
tempat tinggal. Dari sini, tampak bahwa yang banyak membutuhkan belas kasihan
adalah orang miskin. Sayangnya, dalam realitas sosial, orang miskin seringkali
ditindas dan diabaikan. Mereka membutuhkan pertolongan tetapi tidak selalu
mendapatkannya.
Paus Fransiskus
menyoroti adanya "budaya tembok" (Fratelli Tutti, no 27) yaitu pemisahan yang tajam antara
si kaya dan si miskin. Ketidakpedulian sosial inilah yang bisa menjadi pemicu
mengapa seseorang terpaksa mencuri demi bertahan hidup. Dalam kasus ini,
pencurian tetap merupakan kejahatan, tetapi bukan dosa. Pencuriannya
memang merugikan orang lain (korban), tetapi ia menunjukkan kebaikannya dengan
mengamalkan hukum cinta kasih melalui perhatian kepada istrinya. Ia bisa saja
meninggalkan istrinya yang sakit karena kesulitan finansial, tetapi kesulitan
tersebut justru menambah cintanya kepada istrinya. Inilah kesetiaan yang
dibutuhkan dalam perkawinan: “setia dalam suka dan duka; untung dan malang; di waktu sehat dan sakit.”
Dari kasus di atas, dapat diambil beberapa
pelajaran:
- Maksud
yang baik harus didukung dengan tindakan yang baik.
- Mencuri
pada hakikatnya adalah dosa dan kejahatan.
- Mencuri
bisa menjadi tanda kemalasan; kemiskinan akibat kemalasan adalah kejahatan
dan dosa.
- Mencuri
demi kebutuhan mendesak bukan dosa jika itu adalah pilihan paling terakhir
setelah semua cara lain ditempuh.
- Belas
kasih adalah hukum tertinggi.
Dengan demikian, meskipun tindakan mencuri tetap kejahatan dan dosa, namun realitas sosial dan desakan keadaan perlu diperhitungkan dalam menilai kasus tertentu. Sebab, sebagaimana Kristus mengajarkan, belas kasih harus selalu menjadi landasan utama dalam memahami hukum dan moral.
Penulis: Fr. Rio Batlayeri
Pengoreksi: Dr. Albertus Sujoko, S.S., Lic.Th
No comments:
Post a Comment