Digital menjadi arus perubahan yang seringkali menghancurkan martabat manusia. Perbuatan asusila seperti prostitusi online dan pengunggahan video dewasa, marak terjadi di pelbagai tempat. Secara khusus, video live pornografi dari sepasang kekasih asal Ambon yang berjudul “Pasangan Es Batu” sempat viral di media sosial. Hal ini sungguh memprihatinkan bahkan memicu deretan tanggapan negatif dari berbagai pihak. Tindakan merendahkan kehormatan pribadi di hadapan publik itu memberikan kekecewaan mendalam, bahwasanya nilai dasariah pribadi dijadikan sebagai ajang hiburan publik.
Saat ini dunia sedang berada dalam lingkup baru yaitu era revolusi society 5.0 yang dari padanya terdapat tawaran alat-alat pendukung aktivitas manusia. Kehadiran benda-benda itu membuat banyak pihak semakin mudah dalam bekerja, meningkatkan kreatifitas dan inovasi, serta menjadi sarana dalam mengakses berbagai informasi. Tentu ini merupakan aspek positif bagi keberlangsungan hidup manusia. Namun perlulah disadari bahwa video berbau seks itu cepat tersohor di kalangan masyarakat, karena disiarkan langsung oleh pelaku melalui media digital. Akibatnya, gampang terkoneksi dengan pelbagai alat komunikasi yang memungkinkan banyak orang menyaksikannya. Situasi ini menunjukkan bahwa teknologi akan berimbas negatif terhadap tatanan kehidupan setiap pribadi apabila tidak dipergunakan secara benar, bahkan martabat pun akan menjadi sasaran kehancuran.
Usaha untuk melindungi martabat kini
dirongrong dengan hadirnya teknologi di tengah kehidupan manusia. Kasus asusila
yang ditunjukkan di atas menjadi sebuah kenyataan bahwa dunia sedang berada dalam
ancaman digital. Kendati terlihat aman, namun goncangan terhadap peradaban
semakin berkembang. Memang diakui bahwa hal demikian tidak dapat disangkal
karena sudah menjadi corak dinamis di era yang terus berubah ini. Bahkan memang
menjadi topik hangat pergumulan terkini. Namun tidak boleh dibiarkan meluap
begitu saja. Sebab akan menjadi potensi pelanggaran lainnya yang sulit untuk
diramalkan.
Martabat menjadi pakaian kehormatan dalam
diri manusia yang harus dijunjung tinggi dan dihargai. Melalui martabat setiap
orang diakui sebagai makhluk berbudi luhur, dimana masing-masing pihak secara
bebas dan teratur mempertanggungjawabkan hak-haknya. Maka kehadiran digital
bukanlah pengganti jati diri. Dalam situasi apapun nilai kehormatan tidak boleh
diabaikan ataupun didagangkan. Sebab menjadi jaminan perlindungan istimewa yang
tak terbantahkan. Demikian jelaslah bahwa martabat bukanlah benda, melainkan
pusat dari cerminan karakter yang perlu
untuk dijaga dan bukan dibasmi.
Ketika dirujuk dari pelbagai aspek
entah itu sosial, religius, politik, hukum dan budaya, martabat menjadi bagian
penting yang perlu didahului. Nilai kemanusiaan menjadi pusat dari roda
kehidupan zaman. Manusia juga menjadi penentu untuk perkembangan dan kemajuan
dunia. Kendati demikian saat ini manusia berangsur-angsur dijajah oleh media
digital, bahakan kekuatan martabat berada di dalam naungannya. Akibatnya,
setiap individu menolak, mencela, mencemari dan merendahkan dirinya sendiri.
Secara nyata terbukti melalui fenomen tragis yang diperbuat oleh sepasang
kekasih itu, dimana secara sadar dan mau untuk mempertontonkan keseluruhan
tubuh mereka.
Kegiatan rutinitas manusia semakin
diwarnai dengan beragam alat teknologi. Perbuatan baik maupun buruk selalu saja
memiliki kaitan erat dengan kecanggihan elektronik. Seakan segala sesuatu
dikendalikan dan dikuasi oleh benda tersebut. Itulah sebabnya seringkali hal
yang nampak positif justru menjadi penghalang bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Alat komunikasi seperti komputer, laptop, ponsel dan lain
sebagainya terlihat menyenangkan dan memiliki fungsi mendalam, namun di balik
itu terdapat deretan potensi negatif. Beragam
aplikasi atau situs yang disediakan oleh alat tersebut memiliki banyak
informasi yang seringkali juga menyimpangan dari moral. Salah satu bukti
penyimpangan itu ialah pengunggahan video dewasa, dimana kerapkali tak sedikit
orang terjebak di dalamnya.
Peningkatan pengguna media digital
saat ini memberikan kecemasan. Manusia yang seharusnya diandalkan dalam
membangun dunia, kini martabatnya mulai rusak punah akibat kecanggihan itu.
Padahal alat tersebut hanyalah sesuatu yang bisa dirusakkan kapan saja, tetapi
lebih diutamakan bahkan dilindungi dan dirawat ketimbang harkat pribadi. Pola
pikir demikian menjadi tanda penurunan kesadaran moral, dimana nilai-nilai
kemanusiaan dikenakan pada benda yang dianggap mampu mendidik zaman itu.
Kesadaran akan kehormatan pribadi kini mulai tenggelam serta kualitas antara
benda digital disetarakan dengan nilai kemanusiaan. Akibatnya, tak jarang
terjadi konflik diri dengan diri.
Seiring berkembangnya teknologi,
manusia semakin kehilangan kontrol sosial. Kerapkali tujuan hidup bersama
dihancurkan oleh mereka yang tak mampu memelihara martabat. Relasi antara sama
menjadi kaku dan tak seimbang. Penghayatan nilai keluhuran dan moral publik
tidak diindahkan. Kebencian, permusuhan, ketidakadilan, diskomunikasi dan
sebagainya menjadi efek atasnya. Harapan untuk mewujudkan peradaban dan
kesejahteraan berubah serta tercabik-cabik. Kini terciptalah mentalitas dan
generasi perusak derajat pribadi dan orang lain.
Pengaruh digital membuka peluang bagi
hadirnya krisis kemandirian. Manusia sulit untuk mengayumi dirinya ke arah yang
lebih baik. Kemampuan untuk bertindak
secara bebas dan tertib semakin tergoncang. Benturan komunikasi person menjadi
kuat dan terus berkembang. Fakta lapangan telah memberikan gambaran bahwa
manusia senantiasa bertekun dalam menyusun rancangan perkembangan teknologi,
dari pada menentukan arah pertumbuhan pribadi. Tampak jelas lagi bahwa tak
sedikit orang memiliki kecerdasan mengelolah teknologi dibanding keahlian dalam
memperhatikan diri. Secara sepintas terungkapkan bahwa manusia condong
menjunjung tinggi alat-alat elektronik ketimbang harga diri. Situasi ini
menunjukkan adanya kekeliruan perkembangan zaman. Setiap benda canggih harusnya
menjadi hamba bagi manusia kini mulai terbalik.
Ketika manusia telah kehilangan
martabat di situlah terjadi penindasan. Celaan dan hinaan menghampiri mereka
yang tak mengindahkan kehormatan pribadi. Manusia berbudi luhur kini termakan
zaman akibat benturan teknologi. Jati diri setiap orang mulai terperangkap di dalam sisi gelap media
digital sehingga banyak yang kehilangan arah. Akibatnya, satu-satunya jalan
yang dibuat oleh mereka ialah bunuh diri. Tragedi seperti ini banyak ditemukan
dalam sejarah manusia saat ini, dan sungguh memiluhkan hati. Lalu apakah solusi
praktis mengahadapi hal demikian?
Keluarga adalah tempat penegakkan
martabat. Keluarga menjadi dasar dimana nilai-nilai moralitas ditanamkan dalam
diri setiap pribadi. Generasi penerus akan memiliki sikap mawas diri khususnya
perlindungan martabat, apabila para orangtua mendidik anaknya dengan sebulat hati. Namun akan menjadi sebaliknya kalau perhatian tidak diberikan secara
penuh. Kasus video live pornografi dari sepesang kekasih tersebut, merupakan
cerminan dari ketidakteraturan penerapan norma-norma luhur dalam keluarga.
Dasar itulah yang mendobrak hati nurani pelaku sehingga gampang terbuai dengan
kecanggihan teknologi. Pada gilirannya pun berimbas pada tatanan kehidupan.
Karena itu para orang tua harusnya wanti-wanti terhadap arus zaman. Agar
didikan yang diberikan mampu menuntun anaknya menuju pada tataran positif
sebagai pengguna digital.
Selain keluarga, para pemerintah
memiliki kewajiban penuh dalam mencahayai pola pikir para generasi. Apapun yang
dibuat oleh pemerintah haruslah menjadi pedoman dalam menghadapi era canggih
ini. Agar para pengguna khususnya kaum milenial tidak menyimpang dari norma
publik ketika mengakses berbagai situs digital. Namun sayangnya tumpukan kasus
teknologi khusunya di Indonesia melonjak tinggi bahkan melampaui sekat-sekat
kemanusiaan. Hal ini menjadi tanda bahwa kurangnya partisipasi pemerintah untuk
mensosialisasikan langkah-langkah praktis dalam menghindari terjadinya bahaya
penggunaan media canggih ini. Olehnya itu, pemerintah harus berani membuka
mata terhadap situasi negatif tersebut. Dalam kekuasaannya, pemerintah harus
menyusun rancangan guna memberikan kesadaran bagi masyarakat dalam penegakkan
norma-norma.
Akhirnya, kasus asusila dari sepasang
kekasih ini harus diberi penekanannya pada kesadaran diri. Kendati orangtua dan
pemerintah menjadi panutan, namun setiap pribadilah yang bertanggungjawab penuh
dalam mengatur dirinya. Di samping itu juga menyusun pola-pola kehidupan untuk
membatasi kecanduan pada media digital, khusunya yang negatif. Karena itu
kesadaran terhadap martabat dan konsekuensi digital, akan menjadi metode ampuh
dalam menaati norma-norma yang berlaku. Dengan demikian kesadaranlah yang
memungkinkan seseorang untuk tidak terjebak dalam aneka pelanggaran teknologi.
***
Penulis: Fr. Rio Batlayeri

Mantap fr
ReplyDelete