Adakah Setitik Harapan di Balik Perjuanganmu Sahabat?


Duduk bercerita sambil makan snack menjadi cara kita untuk menata masa depan. Hari demi hari kita lalui bersama. Makan, berdoa, olahraga, rekreasi, kuliah dan sebagainya kita lakukan demi sehelai kain putih yang dikenakan saat mengikuti misa. Lelah, sedih, cemas, kecewa, gembira dan bahagia tercampur dalam satu lipatan jubah putih yang barangkali membuat kita bangkit dari keterpurukan.

 Kita sering berkompetisi hanya mencari penilaian yang baik di mata pembina. Karena kompetisi ini membuat kita sering mencari pengakuan yang tidak perlu bahkan tegah menyingkirkan sahabat terdekat. Mereka harus dikorbankan di jalur yang sebenarnya menjadi impian kita bersama. Sudahkah kita sadari itu?

Komitmen untuk berkembang terus membara dan terpatri di dalam hati kita. Namun komitmen itu ditantang dengan kabut kemalasan, iri hati, dendam, baper dan acuh-tak acuh. Semuanya itu menggelapkan budi serta mengerdilkan hati nurani. Lantas jalan yang dilalui semakin gelap, penuh batu tajam, becek dan berlekuk-lekuk. Inilah yang kita ciptakan untuk diri kita sendiri.  

Terlihat bersama namun sendiri. Acap kali tanpa disadari pribadi dikurung di dalam diri sendiri. Komunikasi interpersonal menjadi beku bagaikan sekantong air yang dimasukkan dalam lemari pendingin. Kenikmatan digital mengikat diri kita, sehingga sahabat sendiri pun dimutasikan secara mendadak oleh keegoisan yang makin meroket. Suasana kian memburuk bahkan terus mengering akibat tendensi elektronik. Sudahkah kita memikirkan hal ini?

Hampir empat tahun kita berada di tempat pembinaan ini. Rupanya cukup singkat perjalanan bersama di dalam satu bahtera panggilan, namun belum banyak hal yang kita ukir bersama-sama. Nyatanya banyak dari antara kita telah hilang dibawa oleh kabut. Mereka ingin selalu berada dalam bahtera itu, tetapi deposito semangat makin dikuras oleh saratnya tantangan. Satu demi satu mulai pergi. Kekuatan yang terpadukan sejak awal tampak berkurang. Motivasi demi motivasi tak dapat mengobati hasrat mereka untuk menjalani panggilan ini. Mungkin ada hal baik yang menanti mereka di luar sana. Lantas apakah kepergian mereka membuat kita sedih? Ya, tentu! Namun apakah harus terus bersedih? Tidak! Karena apa yang kita impikan masih terlalu jauh untuk digapai. Satu-satunya cara untuk menggapainya ialah tangan terkatup dan menggenggam tangan sahabat yang masih ada di dalam bahtera panggilan itu.

Kehilangan sahabat adalah momen yang sangat menyedihkan. Mereka yang tidak ada lagi dalam bahtera panggilan sudah pasti merajut proses untuk masa depan yang baru. Sedangkan kita yang masih berada di tempat ini apa yang harus kita lakukan? Usahakanlah sukacita, komitmen, kegembiraan, persaudaraan, tanggung jawab dan ketulusan untuk mempertahankan sehelai kain putih yang masih dikenakan hingga saat ini. Banggalah untuk hal itu. Yakinlah bahwa “pasti akan ada kepastian apabila kita mau pergi memastikannya.”  

Jika kau merasa tak bersemangat ingatlah raut wajah ayah dan ibunmu. Mereka mengharapkan keberhasilanmu. Mereka berjuang di bawah terik matahari dan hujan demi engkau yang menyandang sebutan Fr..., itu. Sadarkah engkau akan hal ini? Tersenyum dan bahagialah engkau karena orang tuamu menjadikan engkau sebagai bukti bagi orang-orang sekampung bahwa mereka mampu menyekolahkanmu. Tegahkah engkau mengkhianati pengorbanan dan kebanggaan orang tuamu itu?

Mari bergandengan tangan untuk masuk level baru dengan cinta baru, semangat yang tinggi, ketulusan yang mendalam dengan kewibawaan yang matang. Urapilah hari-harimu dengan senyuman. Sinarilah raut wajahmu dengan sejumlah harapan. Buktikan bahwa kamu tidak seperti yang mereka kira. Berikanlah kejutan bagi yang meremehkan, mencaci dan mengejekmu dengan sejumlah prestasi yang terukir di semester ini. Jangan memberikan cela kepada lawan untuk menguasaimu. Cintailah lawanmu dan berikanlah sesuatu dari dirimu kepadanya yang membuatmu berada di atasnya. Tapi semunya itu sertakan selalu tekadmu kepada Dia sang pemberi hikmat yang mengajarkanmu untuk berbuat kasih. Mari bangkit! Mari berjuang! Boleh bermimpi namun jangan sampai mimpi itu membuatmu tertidur. Ayo lekas dan kibarkan sayapmu untuk jubahmu. INGAT: “Tak bertanggung jawab sama dengan memelihara racun untuk diri sendiri”

 

(Fr. Rio Batlayeri)


No comments:

Post a Comment