“Kaum Terpanggil: Sahabat dan Penyalur Rahmat Allah”


 


       Kasih dan kemurahan Allah menuntun kebebasan seseorang untuk memilih jalan panggilannya. Allah mencintai setiap individu sehingga dengan segala kelebihan dan kelemahan, mereka memberi diri menjadi bagian dalam formasi calon imam. Dari banyaknya lelaki yang ada di dunia ini, ia tergerak dan terpanggil untuk mengerjakan apa yang oleh kehendak-Nya, semua orang menjadi percaya dan diselamatkan.

Allah merencanakan keselamatan dan menggenapinya dalam diri Yesus Kristus yang oleh pengorbanan-Nya, manusia memperoleh keselamatan. Misi agung dan mulia ini diserahkan oleh Anak Manusia kepada reka-rekan-Nya yaitu para rasul untuk melanjutkannya. Mereka yang dipilih oleh Yesus itu bersaksi tentang rahasia kerajaan Allah. Berkat karunia Roh Kudus yang dicurahkan olah Bapa, kini para saksi kerajaan Allah makin bertambah. Dalam usaha melanjutkan misi Bapa maka dibentuklah tempat-tempat pembinaan calon imam. Melalui lembaga-lembaga demikian, orang-orang yang oleh kebebasannya dididik dan dibina menjadi utusan yang serupa dengan Kristus. Mereka yang berada dalam formasi ini dituntun untuk dekat(menjadi sahabat) dengan Allah dan sesama. Karena itu cinta kasih dan pengorbanan haruslah bertumbuh secara intens dalam diri subjek bina. Sebab dengan dasar cinta, kelak ketika menjadi imam ia mampu menarik orang lain untuk bersekutu dengan Allah melalui Baptisan dan sakramen-sakramen lainnya. Sedangkan melalui pengorbanan, ia dapat mengusahakan serta menyebar-luaskan misi Bapa di tengah dunia ini meskipun ditantang degan pelbagai kesulitan.

Kehadiran mereka yang terpanggil dalam formasi panggilan adalah wujud kasih Bapa. Tanpa Dia pastinya pilihan menjadi calon imam tidaklah berarti apa-apa. Itulah sebabnya bersatu dengan-Nya adalah syarat untuk memulai perjuangan dalam panggilan ini. Dialah Sahabat sejati, maka sudah sepantasnya mereka yang terpanggil itu melakukan apa yang sudah menjadi rencana-Nya. Gereja ada karena peranan Allah yang sungguh nyata dalam Kristus sang Imam Agung yang oleh darah-Nya kehadiran Gereja di tengah-tengah dunia menjadi nyata. Karena itu apa yang perlu diusahakan olah kaum terpanggil yang juga adalah anggota Gereja? Menaati kehendak Allah dan melaksanakannya adalah modal untuk membina diri. Kristus datang ke dunia untuk melakukan kehendak Bapa-Nya yaitu mewartakan rahasia kerajaan Allah serta menjadi silih bagi penebusan manusia. Supaya dapat menjalankan tugas perutusan yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Kristus sendiri maka perlu mengembangkan ketrampilan dalam masa-masa pembinaan.

Cinta dan pengorbanan merupakan dua elemen sentral dalam mengejawantahkan tugas imamat. Kristus sang Imam Agung dalam karya dan perutusan-Nya lebih dulu melakukan dua hal ini. Namun secara mengagumkan Ia mengimplementasikannya pada saat “Penetapan Perjamuan Malam”(Luk.22:14-23). Ada tiga kalimat sentral yang diucapkan-Nya sebagai wujud cinta dan pengorbanan diri demi keselamatan umat manusia: pertama, “Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu”; kedua, “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku”; ketiga, “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu”. Orientasi kata-kata tersebut semata-mata memberikan gambaran mengenai apa itu tugas imamat.

Ekaristi menjadi tanda kenangan karya keselamatan Allah dalam diri Putera-Nya, yang dari padanya semua umat manusia mengambil bagian di dalamnya. Karya keselamatan ini terus-menerus dihadirkan setiap hari dalam pelbagai zaman. Itulah sebabnya Yesus menyerahkan mandat kepada para rasul untuk melanjutkan karya yang menyelamatkan itu. Kemudian dengan mandat yang sama mereka mewariskannya kepada Gereja. Dan supaya itu dialami oleh begitu banyak orang, maka dipanggil dan diutuslah mereka yang oleh kuasa ilahi dianugerahi martabat imamat. Merekalah yang menerima tugas utama dan mulia dari Kristus yang tidak lain ialah sebagai penyalur rahmat keselamatan Allah bagi dunia.

Medan pastoral dewasa ini sungguh mencemaskan karena dilingkupi dengan pelbagai kenikmatan duniawi. Supaya tidak terjebak dalam arus zaman, maka para calon imam perlu memaknai panggilan(tugas imamat) dengan bertumpu pada semangat cinta dan pengorbanan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri. Namun dua hal ini akan menjadi hampa dan sia-sia belaka kalau tidak diusahakan. Karena itu perlu diterapkan tiga prinsip esensialitas yakni: a). Pengenalan diri. Setiap calon imam perlu mengenal jati diri(kelebihan dan kelemahan). Sebab semakin besar ia mengetahui realitas dirinya, maka semakin besar pula usaha untuk memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kelebihannya. b)Penyangkalan diri. Hal ini dapat tercapai sejauh mana para formandi mengenal dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia dapat menyangkal dirinya tetapi tidak mengenal dirinya?  Itu artinya bahwa setelah mengenal diri di saat yang bersamaan pula ia akan mampu mematahkan dorongan-dorongan lahiriah (kemalasan: kebodohan) yang berpotensi menghambat panggilannya. c). Penyerahan diri. Setelah mengenal dan menyangkal diri di situlah para calon imam(saya sendiri) mampu memberikan diri sepenuhnya kepada Allah dalam wujud pengabdian kepada sesama sebagai penyalur rahmat. Supaya matang dalam penyerahan diri maka perlu mengutamakan doa khususnya Ekaristi. Karena hanya dengan doa dan ekaristi para calon imamat dapat menyelaraskan diri sesuai martabat imamat yang akan diterima nanti memalui sakramen imamat.

                                                                                                                                                        Fr. Rio Batlayeri

       

“Esensialitas dari imamat adalah cinta dan pengorbanan”

No comments:

Post a Comment