“Kurban yang Tak Bercela”: Refleksi Teologis Atas Trihari Suci (Sacratissimum Triduum Crucifixi, Sepulti, Suscitati)




Kasih ilahi yang lahir dari kemurahan Allah disalurkan kepada dunia dalam wujud kurban yang tak bercela. Ia menghampiri keberadaan hidup manusia serta rela menjadi hamba yang menderita demi keselamatan dunia. Penderitaan-Nya ditandai dengan pengurbanan Kristus di salib. Hal ini terjadi supaya martabat manusia yang dahulu dijajah dan diperbudak dalam dosa kini dibersihkan melalui darah anak domba. Tujuan dari semuanya itu ialah agar seluruh umat manusia mengambil bagian dalam kebangkitan Kristus yang membaharui dan menyelamatkan.

Trihari Suci menjadi perayaan agung dan mulia umat Kristiani. Apa yang dirayakan di dalam hari-hari tersebut mencerminkan tiga dimensi keselamatan yakni sengsara, wafat dan kebangkitan. Kristus Putra Allah yang adalah kurban tak bercela bersedia dihina, disiksa, dicambuk, dimahkotai duri, disalibkan dan ditikam dengan tombak. Kesediaan-Nya ini menjadi bukti konkret atau konsekuensi dari kasih. Sehingga penderitaannya justru menghasilkan Gereja yang di dalamnya terdapat sakramen-sakramen. Olehnya itu dapat dikatakan bahwa seluruh perayaan liturgi Gereja mendapat maknanya dalam upacara Trihari Suci.

Perjamuan malam terakhir yang diadakan oleh Kristus menjadi saat permulaan dari penderitaan-Nya. Kendati ini merupakan saat yang mencekam namun Ia tetap melandasi seluruh karya-Nya dengan kasih bahkan menunjukkan itu secara nyata melalui pembasuhan kaki kedua belas murid. Tema tentang kasih ini direnungkan oleh Gereja secara universal dalam ibadat yang disebut Kamis Putih. Mengapa tema kasih direnungkan dalam kamis putih yang adalah hari pertama dari Trihari Suci? Karena Kristus mau menunjukkan kepada seluruh umat manusia bahwa tindakan kasih menjadi kunci utama dalam karya pelayanan, sekalipun itu menuntut penderitaan. Hal itu sudah ditunjukkan-Nya sebelum Ia menderita di salib.

Penderitaan menjadi saat bagi Kristus untuk mengimplementasikan apa yang diperintahkan Bapa kepada-Nya. Tak ada cara lain untuk menjalankan misi keselamatan itu selain dengan jalan penderitaan (Via Dolorosa). Tema penderitaan menjadi hal fundamental yang direnungkan oleh umat beriman dalam ritual Jumat Agung. Fokus utama dari ibadat ini adalah salib. Mengapa demikian? Karena salib menjadi tempat untuk meninggikan Kristus kurban tak bercela, yang dari pada-Nya terpancarlah darah dan air sebagai sumber keselamatan. Selain itu salib juga menjadi bukti dan penggenapan dari perjanjian yang diadakan oleh Allah dengan manusia(bangsa Israel). Olehnya itu dalam ibadat tersebut diadakan penghormatan salib. Penghormatan ini dimaksudkan untuk menyembah dan memuliakan Kristus, sang Anak Domba yang oleh pengurbanan-Nya, telah melunasi hutang dosa manusia dengan membuka pintu Kerahiman Bapa.

Penderitaan Kristus yang diakhiri dalam kematian bukan menjadi sekat bagi penyertaan atau perwujudan kasih-Nya. Karena cinta dan kasih-Nya tampak lebih kental sehingga kuasa maut atau kegelapan makam dibaharui menjadi sukacita dan harapan manusia akan hidup kekal. Semuanya itu menjadi lambang kemenangan Anak Domba yang dirayakan oleh umat Kristiani secara meriah dalam perayaan Malam Vigili Paskah. Dalam perayaan ini tema kebangkitan diartikan sebagai lambang pembaharuan iman, sehingga ada tiga ritual sebagai pengungkap hal demikian yakni upacara cahaya, pembacaan sabda dan pembaharuan janji baptis. Cahaya itu disimbolkan dengan pembakaran lilin Paskah yang mau mengungkapkan bahwa Kristus terang para bangsa telah bangkit dari kegelapan makam; Sabda yang dibacakan di dalam ibadat ini mau mengisahkan rentetan karya keselamatan Allah secara komprehensif yang dimulai sejak penciptaan. Hal ini menandakan bahwa Allah senantiasa membaharui umat-Nya untuk masuk dalam keselamatan; sedangkan pembaharuan janji baptis merupakan saat bagi umat Kristiani untuk membaharui spirit dasariah yang diterimanya sejak dibaptis. Selain itu pembaharuan ini pula dimaksudkan agar setiap anggota Gereja menyadari kembali tugas perutusannya sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian perayaan Malam Vigili Paskah adalah saat untuk hidup baru dalam iman.

Fr. Rio Batlayeri 

“ Eksistensi Dari Kurban Tak Bercela Mendapat Maknanya Di Dalam Kasih Allah”

No comments:

Post a Comment