PEKAN BIASA XXV
Ams 21:1-6. 10-13; Mzm 119:1.27. 30. 34. 35. 44; Luk 8:19-21
Mengamalkan Sabda Allah menjadi tanda bahwa kita sungguh-sungguh anggota kerajaan Allah. Sabda Allah tidak hanya untuk didengar, tetapi juga untuk dijadikan panduan dalam setiap tindakan kita. Seperti yang Yesus katakan, "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya."
Mari kita mulai dari hal yang sederhana. Mulailah melaksanakan kehendak Allah dengan memberikan senyuman kepada siapa saja. Dari senyum, timbul harapan; dari senyum, hadir kesejukan. Setelah senyum, mari berdialog dengan sesama, karena terlalu sering kita terjebak dalam kesibukan hingga lupa berkomunikasi dengan orang di sekitar kita. Dialog membebaskan kita dari amarah, sakit hati dan tembok narsisme.
Namun, ada satu tindakan yang melengkapi senyum dan dialog, yaitu menggenggam tangan. Melalui tindakan ini, pandangan negatif seperti ‘sampah masyarakat’ tidak lagi terlintas dalam benak kita terhadap sesama, terutama mereka yang terlantar dan terpinggirkan. Dengan menggenggam tangan sesama, kita membantu mereka terbebas dari kesengsaraan dan kemelaratan. Sebab sering kali, di balik senyuman tersembunyi ranjau, dan di balik dialog ada racun. Oleh karena itu, senyum dan dialog tanpa menggenggam tangan adalah bentuk penghinaan paling ekstrem terhadap martabat manusia di zaman ini.
Kita bisa belajar dari Santa Perawan Maria. Ia menjadi ibu Yesus karena senyumnya, dialognya, dan kesetiaannya menggenggam erat Sabda Allah. Melalui ketaatan dan kesetiaannya pada Sabda Allah, keselamatan mengalir kepada seluruh umat manusia. Mari kita tersenyum, berdialog, dan saling menggenggam tangan, agar hidup kita di dunia ini tidak berubah menjadi kuburan berisi kebusukan dan tulang-tulang hampa.
Penulis: Fr. Rio Batlayeri

No comments:
Post a Comment