“Kebaikan VS Kejahatan”: Sebuah Refleksi Teologis Atas Mat. 13:24-30

 




Allah menyediakan tempat bagi siapa saja. Orang baik maupun jahat memiliki berkat yang sama. Seperti lalang tumbuh di antara gandum, demikian pula manusia jahat dibiarkan hidup di dalam dunia ini. Walaupun Dia tahu bahwa yang jahat itu akan memengaruhi yang baik tetapi dibiarkan hidup bahkan diberi hujan dan matahari yang sama. Sungguh besar kasih Allah bagi manusia. Ia tidak membinasakan orang jahat. Tidak pula menghentikan rahmat bagi mereka yang menolaknya.

Akan ada waktunya untuk menuai. Gandum dipisahkan dari lalang. Mereka yang baik dipersatukan dalam kerajaan surga. Di sana mereka mengalami kebahagiaan dan takkan binasa. Sedangkan yang jahat dicampakkan ke dalam neraka. Dukacita, kesengsaraan, tangisan dan kertakkan gigi dialami oleh mereka untuk selama-lamanya. Inilah akhir zaman, saat di mana semua diadili berdasarkan perbuatannya. Apa yang diperbuat hari ini menjadi gambaran masa depan.

Menarik bahwa Yesus mengumpamakan kerajaan surga ini secara sederhana. Ia mengambil realitas kehidupan petani untuk menerangkan perkara surgawi. Ini menunjukkan bahwa Yesus sungguh mengenal dan memahami konteks pendengar. Hal-hal kerajaan surga sangat sulit dipahami oleh manusia. Dengan menggabungkan realitas transenden dan ragawi, Ia dapat membawa kabar gembira bagi yang berdukacita. Pembebasan bagi yang tertawan. Makanan bagi yang lapar. Namun mereka yang adalah benih si jahat pastinya tidak akan mengerti. Hati dan budi mereka telah dibutakan oleh nikmat iblis. Telinga mereka tuli. Kejahatan hanya ada di dalam pikiran dan tindakan mereka. Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengarkan.

Awal membaca bacaan ini, saya berasumsi bahwa Tuhan tidak adil. Tuhan telah membuat predestinasi antara orang baik dan orang jahat. Seperti benih jahat dan baik, demikian pula sejak semula ada orang yang ditentukan untuk selamat dan ada yang tidak diselamatkan. Hal ini sangat mengganggu saya bahkan sempat muncul sikap pesimis dalam diri. Lebih dari itu, saya merenung nasib orang-orang jahat. Sungguh malangnya hidup mereka karena sudah ditetapkan menjadi pribadi yang jahat dan akan binasa pada akhir zaman. Inikah yang dimaksudkan dengan keadilan Allah? Bukankah Allah telah berfirman bahwa manusia diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya?

Setelah beberapa kali membaca dan merenungkan bacaan ini saya baru menemukan jawaban yang cocok. Asumsi keliru yang terkonstruksi itu perlahan-lahan runtuh dari pikiran. Ternyata bacaan ini pertama-tama mengacu pada situasi yang terjadi di surga. Ada ciptaan yang memilih mengikuti Allah dan ada yang memilih menolaknya. Seperti Lucifer yang awalnya adalah malaikat namun memilih untuk menentang kehendak Allah (Bdk. Yes 14: 12-15). Inilah cikal bakal lahirnya dosa. Setiap pilihan berkaitan dengan kehendak. Setiap kehendak ada konsekuensinya. Dengan kehendak yang bebas, tahu dan mau, Lucifer memilih memusuhi Allah. Artinya bahwa Allah menganugerahkan kebebasan penuh kepada ciptaan-Nya (malaikat dan manusia). Jika ia menggunakan kebebasan untuk berbuat baik maka ia adalah gandum. Sebaliknya, jika kebebasan digunakan untuk berbuat jahat maka ia adalah lalang. Jadi kebaikan dan kejahatan, terang dan gelap adalah dua kutub yang selalu ada dan saling bertentangan. Mereka yang berbuat baik berpihak kepada Allah. Mereka yang berbuat jahat berpihak kepada iblis. Pada intinya keduanya adalah pilihan.***

Penulis: Fr. Rio Batlayeri

 


No comments:

Post a Comment