Metafisika Aristoteles menjadi hal sentral
untuk menata alur berpikir yang sistematis. Artinya bahwa dalam setiap uraiannya,
ia berusaha membuktikan atau menjabarkan secara rinci elemen-elemen yang
terkandung dalam filsafat pertama ini secara terstruktur dan koheren. Semua
pemikirannya selalu diawali dengan sistem kategorisasi yang kritis. Itulah
sebabnya ia mendahului argumentasinya dengan menetapkan empat hal yang
menurutnya menjadi asal-muasal dari setiap perubahan yakni penyebab material,
formal, efisisen dan final. Empat penyebab inilah yang menjadi titik acuan
Aristoteles dalam menganalisa, mengkomparasikan serta mengkritik konsep-konsep
dari para filsuf awal termasuk gurunya sendiri yaitu Plato. Tentunya kritik ini
bukan bermaksud mengabaikan totalitas pemikiran yang sudah ada; melainkan
menjadi fondasi bagi Aritoteles dalam melucuti dan membangun dasar pemikiran baru
yang tidak pernah dipikirkan oleh para pendahulunya. Pemikiran baru ini tidak
lain ialah ta meta ta physika yang
melampaui dan mendasari ta hyper ta
physika dan ta physika.
Corak berpikir kritis dari Aristoteles sangat
mengguga hati tetapi lebih dari itu ialah menggerakkan setiap orang untuk
memulai hal yang sama. Tentunya ini tidak mudah diterapkan karena membutuhkan
ketelitian yang ketat dan intensif. Karena itu siapapun perlu memiliki spirit
yang sama seperti yang telah diyakini oleh Aristoteles sendiri, yaitu: “semua
orang secara kodrat ingin mengetahui.” Kata-kata yang sederhana ini tidak
menjadi slogan belaka melainkan diaktualisasikannya secara riil melalui usaha
membangun sistem metafisika. Contoh konkretnya sebagaiaman yang telah
disebutkan di atas tadi bahwa ia mengkritik para filsuf sebelumnya, mengambil
kesimpulan komprhensif sekaligus merumuskan prinsip-prinsip utama dari
metafisika. Ini membuktikan bahwa meskipun tingkat pemahaman manusia terhadap
sesuatu itu terbatas, namun karena kekuatan rasio yang sifatnya tak terbatas,
memungkinkan seseorang mencari pemahaman dari sesuatu yang tak terpahami. Artinya bahwa rasio itu bersifat kodrati
sehingga kekauatan yang sama pun ada dalam diri setiap orang. Karena itu yang perlu ditingkatkan dalam
kehidupan nyata ialah mencari pemahaman lebih dari sekadar apa yang didengar,
dilihat atau dialami. Misalnya, orang lain(guru, dosen, pembina, orang tua,
saudara sahabat dan siapa pun) boleh memberikan informasi namun tidaklah
demikian diterima begitu saja(nothing is
taken for greanted). Lalu apa yang perlu dilakukan? Yang harus dilakukan ialah
menguji, menelusuri dan mengkomparasikan informasi atau argumen A dengan B, B
dengan C dan seterusnya. Setelah itu barulah memberikan kesimpulan atas
pencarian pemahaman tersebut. Intinya ialah segala sesuatu tidak boleh diterima
begitu saja, tetapi perlu dianalisis secara tajam samapai menemukan pemahaman
yang jelas dan masuk akal.
Pada prinsipnya metafisika merupakan kajian fundamental terhadap realitas yang tak terbatas atau melampaui
dunia fisik, sekaligus melatarbelakangi aspek yang kelihatan. Dalam
kritikannya terhadap gagasan Plato, Aristoteles mengatakan bahwa realitas
sesungguhnya bukanlah dunia ide-ide yang mewujud dalam hal-hal fisik( hal-hal
fisik adalah bayang-bayang dari dunia ide-ide). Karena itu ada dua hal yang
dibedakannya, yaitu ta hyper ta physika(dunia
ide) dan ta physika(materi). Kedua lapisan ini dimungkinkan untuk
bersatu dan mewujud secara konkret, karena ada realitas sejati yang mendasari
dan melatarbelakangi proses terebut. Hal itu tidak lain ialah ta meta ta physika atau to on hei on(being as being).
Selanjutnya, ia pun menambahkan lagi bahwa dunia ide tidak dapat berdiri sendiri
sebagaimana yang dimengerti oleh Plato. Sebab suatu forma(ide) selalu terarah
pada dunia fisik dan mendapatkan bentuknya yang riil dalam dunia materi. Jadi,
intinya ialah segala sesuatu yang tampak secara fisik tidak dapat dimengerti
terpisah melainkan terpadu melalui prinsip forma dan materi. Inilah yang
dipahaminya sebagai helemorfsime tentang subtansi. Pada intinya, pengada
itu disebut subtansi(primer) yang adalah sesutau yang otonom dan tidak dapat
ditukarkan dengan subtansi lain. Itulah sebabnya substansi ini selalu bermuatan
struktur bentuk-materi dan potensialita-aktualitas. Jadi forma
selalu membentuk kesatuan dalam materi yang memiliki potensialitas(kemampuan
yang belum terwujud) dan bergerak ke arah aktualitas (mewujudkan kemampuan
dalam tindakan). Meskipun demikian, ada satu aktualitas marni yaitu
penggerak-yang-tidak-digerakkan atau tidak mengandung potensialitas yaitu Allah
yang sifatnya immanen.

No comments:
Post a Comment