Di tanah
Minahasa yang subur, Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STF-SP) lahir
pada tahun 1954, terjalin dari benang emas ketajaman nalar dan iman yang teguh.
Seperti pohon yang tumbuh dari akar kuat, ia menjulang menghadapi setiap badai
yang datang, tak gentar oleh terik yang membakar. Jejak pertama yang
ditinggalkan para pendahulu menjadi arah bagi langkahnya, membawa harapan ke
masa depan yang cerah. Meski didera keterbatasan, sekolah ini tak pernah goyah,
justru menemukan kekuatan dalam nutrisi kritis yang menjadi santapan
sehari-hari. Bangunan yang sederhana tak memadamkan semangat, tetapi justru
mengobarkan tekad untuk terus berkarya. Dalam keteguhan itu, lahirlah para
pemimpin Gereja dan masyarakat, yang berakar pada kekayaan intelektual dan iman.
Di dalam
lorong waktu, sekolah ini ibarat lilin yang terus menyala meski angin kencang
berhembus dari segala arah. Cahaya itu menerangi jalan bagi generasi yang
datang, memupuk harapan dan menyemai cinta kasih dalam setiap pelajaran yang
diajarkan. Di setiap sudut kampus yang sederhana, tersimpan kisah perjuangan,
ketekunan, dan doa-doa yang terbang menuju langit, memohonkan bimbingan Ilahi.
STF-SP adalah bukti nyata bahwa di tengah kesederhanaan, ada kekuatan tak
terlihat yang mampu melahirkan karya besar, melampaui batas-batas duniawi, dan
menembus kekekalan.
Dalam
tarian nalar dan iman, STF-SP mengangkat tabir kulturisasi dan merentangkan
misinya ke penjuru dunia. Meski berdiri di atas bangunan sederhana, sekolah ini
melahirkan cendekiawan yang bersaing di panggung global. Mutu pendidikan tak
terletak pada megahnya gedung, melainkan pada kedalaman ilmu filsafat dan
teologi yang meresap ke dalam jiwa setiap penghuninya. Persaudaraan yang kokoh
dan kebijaksanaan lokal diperkenalkan ke kancah nasional dan internasional.
STF-SP bukan sekadar tempat belajar, tetapi perapian yang menghangatkan jiwa
dan mengalirkan arus budaya dari Minahasa ke dunia.
Para
filsuf dan teolog, dengan ragam pemikiran mereka yang memancarkan kekayaan
batin, adalah mata air bagi jiwa-jiwa yang dahaga akan kebenaran. Argumentasi
konseptual mereka bukanlah santapan yang dilahap mentah-mentah, melainkan
hidangan yang harus dikunyah, direfleksikan, dan dipercakapkan secara mendalam.
Puncak percakapan yang sarat makna itu, cahaya pengetahuan dan iman merekah,
menyinari akal budi dan mengasah nurani yang terdalam. Kombinasi dua pilar ini
membuka jalan bagi STF-SP untuk semakin “Berakar dalam Budaya, Berkomitmen
dalam Misi.” Tema yang memayungi perayaan 70 tahun lembaga ini mencerminkan
semangat yang tak pernah padam. Semoga STF-SP terus melangkah maju, menjadi
mercusuar ilmu dan iman di tengah arus perubahan dunia yang tak pernah berhenti
mengalir.
“Keduanya (Nalar dan Iman) bertindak sebagai check and balance, yang berfungsi sebagai kontrol dan rem jika terjadi ekses”
(Bosetti, 2009, hlm. 5)
Penulis:
Fr. Rio Batlayeri
Sumber Inspirasi:
Bosetti, G. (2009). Iman
melawan Nalar. Penerbit Kanisius.

No comments:
Post a Comment