“Aku Mau Itu” Renungan Harian: Minggu, 20 Oktober 2024

 





Hari Minggu Biasa XXIX
Yes 53:10-11; Mzm 33:4-5.28-29.20.22; Ibr 4:14-16; Mrk 10-35-45

Terkadang kita sering melakukan sesuatu sesuai kemauan dan kehendak pribadi.  Kita berlari mengejar segala yang kita inginkan, seolah kebahagiaan terletak pada kepuasan diri. “Aku mau ini, aku mau itu, aku mau semuanya” demikianlah suara hati yang digiring oleh keinginan duniawi, menjadi tirai yang menutupi pandangan kita terhadap apa yang sesungguhnya baik dan benar. Keinginan pribadi, dengan segala daya tariknya, dapat menjadi penjara yang mengurung kita dalam lingkaran egoisme. Di sinilah letak kecelakaan terbesar yang jarang kita sadari. Kita terjebak dalam bayang-bayang kemauan sendiri, menjauh dari cahaya kehendak Ilahi.

Hari ini ketiga bacaan membantu kita untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Yesaya mengungkapkan bahwa keterbukaan dan kesiapsediaan menyerahkan diri kepada kehendak Allah adalah syarat untuk melihat terang. Terang itu adalah kebenaran; dan kebenaran itu adalah Allah sendiri. Sebab Ia senantiasa berkenan kepada mereka yang takwa dan berharap akan kasih setia-Nya. Ia akan melepaskan mereka dari maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan. 

Yesus, Putra Allah yang hidup, menunjukkan kepada kita teladan ketaatan yang sempurna kepada kehendak Bapa. Dalam kemanusiaan-Nya, Ia merasakan penderitaan yang kita alami. Sekalipun Ia merasakan segala derita manusia, ia tidak berbuat dosa. Inilah kemurnian sejati: ketaatan tanpa syarat, penyerahan total kepada rencana Bapa. Kelemahan manusiawi yang dirasakan-Nya tidak menjadi batu sandungan, tetapi justru menjadi jalan untuk merangkul seluruh umat manusia dalam cinta kasih yang tidak terbatas.

Keinginan Yakobus dan Yohanes mencerminkan hasrat manusia yang sering salah memahami arti kebesaran; mereka mengejar takhta, bukan pelayanan, merindukan kemuliaan tanpa menatap derita. Dengan lembut namun tegas, Yesus menuntun mereka pada makna sejati: “Dapatkah kamu meminum cawan-Ku?” Ia mengajak mereka menyadari bahwa kemuliaan bukanlah soal tempat terhormat, melainkan kerelaan mencinta sampai akhir, mengosongkan diri demi kebaikan yang melampaui diri.

Marilah kita menyerahkan diri pada kehendak Allah, membiarkan keinginan kita luluh dalam kasih-Nya yang membentuk jiwa bagai tanah liat di tangan Sang Seniman.  Di tengah dunia yang bising dengan ambisi dan bayang-bayang palsu, kita diajak untuk melepaskan belenggu keinginan pribadi, dan menemukan kebebasan sejati dalam rencana-Nya yang melampaui batas. Dalam penyerahan kepada-Nya, kita menjadi lebih dari sekadar pencari makna; kita adalah pembawa cahaya yang mengusir kelam di tengah dunia yang haus akan harapan sejati. Kita adalah pelayan bagi semua. Karena yang terbesar adalah yang menjadi pelayan; dan yang terkemuka adalah yang menjadi hamba. Karakter utama dari pelayan atau hamba adalah taat pada tuannya. Ingat: “Taat pada tuannya”!!


Penulis: Fr. Rio Batlayeri


No comments:

Post a Comment