Kekaburan penglihatan lahir dari kesombongan dan keangkuhan. Cahaya surgawi yang begitu bercahaya sungguh tak membawa sesuatu yang menggugah hati mereka yang sombong dan angkuh. Inilah yang disebut sebagai mental kaum hamba (bdk. Gal 4:31). Seorang hamba tidak dapat melihat atau ikut campur dalam urusan tuannya. Bangunan mental ini membiasakan seorang sebagai ‘pengemis tanda’, bahkan lebih dari pengemis itu sendiri yaitu ‘perampok’.
Segerombolan pengemis dan perampok ini dikritik oleh Yesus hari ini (lih. Luk 11:29). Mereka meminta Yesus supaya menunjukkan tanda surgawi bahwa Ia benar-benar datang dari surga. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa yang ada dihadapan mereka melebihi tanda-tanda lahiriah itu. Sungguh kesombongan dan keangkuhan mematikan rasa, membunuh firasat, menumpulkan ketajaman penglihatan dan membisukan mulut mereka untuk mengakui Yesus sebagai Putra Allah yang memerdekakan.
Narasi Injil diperjelas dengan seruan penghakiman terakhir. Di sinilah tampak jelas bahwa yang mendengar dan melihat Yesus namun tidak percaya dan berkeras hati akan hidup sebagai hamba yang paling buruk. Kebinasaan dan penderitaan menjadi rumah kediaman terakhir bagi mereka karena menolak kemerdekaan sejati. Untuk itu, berusahalah menjadi orang-orang merdeka. Tanda bahwa kita adalah orang-orang merdeka ialah bahwa kita mengakui Yesus sebagai Putra Allah dan melaksanakan segala yang diajarkannya. Memiliki ketajaman penglihatan. Tidak menolak apa yang baik. Tidak lari dari apa yang benar. Bermisi dalam kata dan tindakan demi kemuliaan Allah.
Penulis: Fr. Rio Batlayeri

No comments:
Post a Comment